Siapakah Aku..?

SIAPAKAH AKU ?
By. Muhammad Zein Nawawi

Pemenang I
Lomba penulisan Cerpen Peringatan 25 Tahun Raudhatul Hasanah

Nb: Maaf, jika ada kesalahan dalam cerpen ini, itu berasal dari diri saya. Sedangkan kebenaran, datangnya hanya dari Allah, jadikanlah cerpen sebagai wadah da`wah.

raudhah at night...3

22 Maret. 09:00

“flo…flo…luoris…tug…tug…re…bound…niruana rahmatullah” dosenku memanggilku terbata-bata.
“Ha…ha…ha…
” Seisi kelas menertawakanku.
“Sabar…sabar ya !” Suara disebelahku diantara tawa teman-temanku, cukup memberiku ketenangan, pemilik suara adalah Mariena.
“Uh…! Inilah bagian hidup yang paling kubenci sekaligus yang sangat sulit kulalui, karena nama yang panjang dan sulit untuk diucapkan.
Fluoristugrebound nirvana rahmatullah, itulah namaku. Nama, mungkin sebagian orang menganggapnya adalah doa, lebih-lebih bagi seorang muslim. Tapi apa daya, aku yang terlahir muslim, tapi sama sekali tak mengerti apa makna namaku. Pernah terbesit dibenakku untuk bertanya kepada si pemberi nama, tapi aku tidak tahu siapa pemberi nama itu.
Aku dilahirkan disalah satu rumah sakit besar di kota Medan. Aku dibesarkan oleh seorang dokter yang bekerja dirumah sakit tersebut, dan tinggal di perumahan elit Medan. Aku dipeliharanya sejak umur 1 tahun, aku tumbuh tanpa mengenal siapa kedua orang tuaku sendiri, bahkan nama merekapun aku tak tahu. Aku hanya mengenal mereka lewat sebuah foto yang diberi ibu asuhku, aku pernah bertanya kepada ibu asuhku.
“kedua orang tuamu adalah mujahid sejati, ayahmu seorang tentara Allah yang pernah berjuang di afghanistan, sedangkan ibumu seorang Dai`ah yang menyiarkan syari`at islam di pengajian-pengajian, arisan ibu-ibu yang sebelumnya hanya diisi dengan gosip-gosip murahan. Mereka meninggal karena sebuah insiden kecelakaan pesawat terbang Garuda Air sewaktu ingin berangkat keluar negri. Mengenani namamu, ibu kurang tahu pasti, yang ibu mengerti hanya Rahmatullah aja,” Jelas ibu asuhku.
“Kalau gitu flo juga tahu, artinya Rahmat Allah, iyakan bu ?”
“Bukan, bukan artinya, kalau itupun anak-anakpun tahu, tapi yang terpenting adalah sejarahnya.” Bantah ibu asuhku langsung.
“ Ya…ceritakan dong bu, please!”. Mohonku.
“ Sewaktu ibumu mengandungmu diusia kandungan 8 bulan, ibumu terserang kangker rahim, disaat hendak melahirkanmu. Lalu ayahmu diberi 2 pilihan yang sulit.” Ibu asuhku terdiam saat mengingat kejadian itu.
“Apa pilihan itu, sepertinya sulit sekali”.
“Memilihmu atau ibumu”. Aku tercengang, begitu sulit kah ?
“Terus ayah memilih siapa?” tanya aku gak sabar.
“Karena kalut, ayahmu hanya pasrah kepada Allah. Diapun menyerahkan persoalan itu kedokter spesialis bersalin ibu, kemudian operasi ceasar-pun dilaksanakan. Saat-saat genting, dimana operasi hampir berhasil dan kau berhasil dikeluarkan dari rahim, ibumu mengalami pendarahan hebat. Suasana ruangan menjadi tegang, semua dokter mulai panik, tapi mukjizat itu datang, ibumu selamat dan kau juga selamat. Demi keselamatan ibumu, rahimnya diangkat dan ia pun tidak bisa hamil lagi”. Penjelasan yang akurat, aku termenung mendengarkan semuanya. Sesulit itukah aku lahir.
Aku tumbuh menjadi remaja dengan IQ yang berlebihan, sejak SD mulai kelas 1 sampai kelas 6 juara kelas selalu kudapat, tapi aku belum pernah melihat buku Rapot-ku, bahkan sewaktu tamat, ketika aku mendapat NEM 9,51, aku tidak melihat ijazahku, padahal akusangat ingin tahu identitasku. Sipakah aku ini sebenarnya ?.
Demi mewujudkan impian kedua orangtuaku, ibu asuhk mendaftarkanku ke salah satu pesantren terbesar di Medan. Tidak berbeda dengan SD, aku selalu dapat 10 besar dan tidak pernah melihat rapot-ku. Suasana di pesantren yang tenang, bersahaja, disiplin dan penuh perjuangan membuatku mengerti akan sebuah perjuangan. Perjuangan yang dilakukan kedua orangtuaku, perjuangan yang dilakukan oleh ibu asuhku, tak terasa 6 tahun kulalui kehidupan di Pesantren. Saat-saat detik terakhir sewaktu aku mau menghadapi UN, aku diberi tawaran masuk Universitas ternama di sumatera melalui jalur PMDK.
Pada akhirnya, akupun berhasil masuk ke Universitas sumatera Utara (USU) fakultas kedokteran. Semua persyaratan masuk, pendaftaran dan segala persyaratan administrasi, diurus oleh ibu asuhku. Aku selalu memperhatikan kegigihannya, ia sangat bersemangat ketika aku berhasil lolos di Univesitas ternama, apalagi aku dapat duduk di fakultas kedokteran.mengingat dirinya juga seorang dokter, dalam hatiku berkata pada diriku sendiri “ supaya aku giat dalam belajar dan memberikan yang terbaik kepada ibu asuhku”.
Kehidupan ibarat roda, roda selalu berputar pada porosnya. Kadang berada diatas, kadang juga berada dibawah. Begitulah kehidupan yang selalu berputar dan berubah tanpa mengenal henti. Periwtiwa yang sama terjadi pada kehidupanku, setelah keluar dari Pesantren, aku lost control terhadap diriku. Bagiku yang lama terkekang dalam kehidupan penuh disiplin, begitu menyelesaikan study, seolah-olah aku merasa telah terbebas dari kekangan penjara suci. Jiwaku meminta kebebasan, hati nuraniku dikalahkan oleh nafsu jahatku. Akibatnya aku mulai berubah sedikit demi sedikit, aku yang dulunya penurut mulai menjadi pembangkang, aku dulunya tak mengenal minuman keras kini minuman itu tak asing lagi bagi diriku. Shalatku pun tidak teratur, aku selalu pulang larut malam, selalu membuat ibu asuhku cemas. Tapi Allah tidak hanya melihat tapi menunggu, saat berada di puncak kegalauan jiwa, ia memberiku hidayah melalui seorang gadis cantik yang mempunyai kebeningan hati.
Hidayah itu datang saat aku mengadakan pesta pora alkohol dengan teman-temanku di sebuah kafe, kami pulang dengan kesadaran yang mulai menghilang karena effect dari alkohol. Aku berjalan terlunta-lunta menuju pelataran parkir, aku mendekati tiger 3000 ku, tiba-tiba aku merasa dunia berputar-putar. Pandanganku berkunang-kunang, akhirnya semua menjelma menjadi raksasa hitam yang menyelimutiku.
Kepalaku masih berat, seketika membuka mataku, samar-smar aku melihat wajah cantik yang diselubungi kain putih. Apakah aku sudah meninggal ? Apakah didepanku ini malaikat mautmu ya Allah ? Saat pandangku mulai normal, aku tertegun , wajah didepanku ini ternyata milik wanita cantik nan jelita, penuh pesona dan teduh. Mariena rupanya, mahasiswi kedokteran yang sama denganku.
“ Kamu pingsan dipelataran kafe yang terletak didepan rumahku. Kamu ngapain sih, mabuk-mabukan ya !”. SeLidiknya.
Mariena menesahiku agar mulai menjauhi minuman keras, karena barang itu merupakah sumber mala petaka. Mulai saat itu Mariena mulai menjadi penerang jalanku, penerang batinku, pencerah imanku, dan ia juga sering mengajakku untuk mengikuti pengajian, ceramah dan berbagai seminar agama. Berkatnya, aku kembali ke fitrahku, tapi aku merasa ada yang mulai tumbuh dihatiku, sebuah perasaan yang susah kuartikan, tapi aku tetap bersyukur karenanya aku kembali mengenal Allah yang sebelumnya aku melupakan-Nya. Alhamdulillah !

* * *
22 maret. 12:00

“Treeeeet, treeeeet, treeeeet….”. Bel akhirnya berbunyi.
“Alhamdulillah”. Ucapku dalah hati.
“Flo, ke kantin yuk! Anto, regar, imam dah nunggu tuh”. Ajak rina yang duduk disampingku.
Kamipun tiba dikantin, lambaian tangan menandakan disitu Anto, Regar dan Imam nongkrong. Kamipun langsung mengambil tempat duduk.
“Flo, jadi gak ikutan seminar ?”. Tanya Mariena sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Masak Cuma Flo yang ditanya, awak tidak!”. Ledek Regar dengan logat bataknya.
“Kamu cemburu ya gar…”. Imam ikut-ikutan.
“ha… ha..ha..ha..” Kami tertawa mendengar gurauan itu.
“Jadi, tapi kasih tahu dong apa yang dibahas.” Pintaku ke Mariena.
“Kan udah dikasih tahu! Lupa lagi ya..?”. Ejek Mariena.
Aku ngangguk dengan pasrah.
“Tentang Liberalisme, Pluralisme dan Pundamentalis.” Lanjutnya dan mulai membaca apa yang dikeluarkan dari tasnya barusan, sesuai pikiranku, pasti komik Naruto.
“Rina…jelaskan dong apa makna yang kau katakan tadi, secara global aja”. Pintaku cengengesan.
“Uuuhhh….” Mariena mendengus sebal lalu kemudian menatapku.
“Liberalisme itu aliran islam yang semua masalah agama dianggap logika. Lain lagi dengan pluralisme, itu aliran yang menganggap semua agama sama, bermacam macam tapi akan bermuara pada suatu titik yaitu Tuhan. Ibarat sungai yang bercabang-cabang pasti bermuara ke laut.” Lanjut Mariena sambil menggambar sesuatu diatas kertas dengan pensil.
“Kalau sekularisme serta Pundamentalisme apaan..?’
“Sabar dong! Sedangkan sekularisme itu aliran yang tidak beragama, sebagaian pemikir islam menamakan mereka autisme dan komunisme. Kalau pundamentalisme itu, aliran islam yang sangat berpegang teguh kepada al-qur`an dan hadist, tetapi mereka terlalu ekstrem dan tidak menerima ijtihad ulama”. Papar Mariena dengan sabar.
“Ekstrem maksudnya apaan.’ Ada sedikit yang aku pahami.
“Semua yang tidak ada di al-Qur`an dan sunnah pada zaman ashrittanjil (zaman seketika nAbi Muhammad hidup) itu haram bila dilakukan, naik mobil misalnya, bagi penganut pundamentalisme itu haram, karena pada zaman nAbi tidak ada mobil”.
“Oooooooo…”. Gumamku. Aku kembali memperhatikan makhluk didepanku ini, masih saja membaca komik. Orangnya pintar, religi tapi bacaannya Naruto.
“rina…kenapa sih kamu suka baca Naruto”. SeLidikku.
“Orang bisa mengambil pelajaran dari suatu buku itu namanya hebat, tapi yang bisa mengambil pelajaran dari komik, super hebat namanya”.Jawabnya sambil mengacungkan jempol kearahku.
“Yang betul aja…pelajaran apasih yang diambil dari situ?”.
Sambil menghadap ke arahku mariena menjawab.
“Tekad pantang menyerah, melindungi orang yang berharga baginya, walau harus mengorbanjkan nyawa dan persahabatan!”. Aku kagum dibuat jawabannya.
Mariena ini bisa ngambil pelajaran dari mana saja, ditengah kekagumanku, aku dikejutkan oleh suaranya.
“Tapi bukan hanya itu loo….! Ceritanya juga seru, jurus-jurusnya keren, apalagi tokoh-tokohnya.” Jelas Mariena seenaknya.
“ ?!@#$%^&*>?>?>?>?@!@##@#@”. Aku terbengong.
“Nampaknya, hari yang secerah ini Cuma punya dua orang manusia, ya !” Kata Togar dengan logat bataknya.
“ Looo… kok gitu.” Tanya Anto.
“ ya, kau tengoklah, dari tadi kita dikacangi sama itu…itu..?” Sambil membonyongkan bibir kearahku dan Mariena.
“ Napa…kau iri?” Tambah Imam ikut-ikutan.
“ Bah iri apa, mana mungkin aku iri, si Butet di Tapsel sana udah menungu, kalau aku selingkuh, bisa disembelih aku.”
“ trus kenapa ayooo…” timpal Anto.
“Muak aku, nah gini aja, cemana kalau kita nikahkan aja dua orang ini, supaya kalau ,mereka diskusi cukup di rumah aja. Bukan di kantin sama kita, kalau diskusinya lama, bekerak juga aku mendengarnya, iya gak ? semua tertawa kecuali aku dan Mariena. Inilah Ragar yang orangnya selalu ceplas-ceplos, kalau udah ngomong suka nenek moyangnya aja, dengusku dalam hati. Aku melirik ke arah Mariena, pipinya merah merona menahan malu karena gurauan Regar.
“Yuk ke Seminar, nanti telat.” Ajakku. Ini upaya terakhirku untuk meloloskan diri dari ejekan dan gurauan Regar. Yang makin lama makin tak karuan.

* * *
22 maret. 16.30

kepalaku nyut-nyutan, seminar tadi sangat menyita tenagaku. Penat , lelah, lesu selu. Otakku berputar mencari solusi, ting ! aku mendapat ide, kepalaku celingkak celingkuk mencari sosok Mariena diantara keramaian.
“Brugh…sesosok wanita bercadar menabrakku. Buku yang dipeganggnya jatuh berserakan diatas tanah. Kukutipi bukunya yang berserakan diatas lantai, aku baru sadar ternyata wanita itu memperhatikan wajahku.
“Maaf ya bu…”. Aku minta maaf.
“Ngag apa-apa, Assalamualaikum.”
Aku terus memperhatikannya, sampaitidak kelihatan lagi sosok tadi mengorek kenangan yang ada di dalam benakku, aku tak tahu apa itu.
“Hei”.Suara Mariana membuyarkankan lamunanku.
“Ada apa ?”. tanyanya
“Nggak apa-apa kok,oh iya minum bareng yuk, menyegarkan pikiran, ada yang ingin kutanyakan tentang seminar tadi”. Ajakku.
“Aduh gimana ya…bukannya aku nolak,tapi aku udah punya janji, sorryya..!”

“Oh…gak apa-apa, sendirian juga gak masalah, Assalamualaikum “.
“ Waalaikum Salam, hati-hati ya !”

* * *
22 Maret. 17.00

aku tiba disalah satu Mall terbesar di kota Medan, satu persatu ekskulator kutaklukan,hingga akhirnya aku berada dilantai tertinggi dari Mall tersebut. Tujuanku kali ini hanyalah satu, yaitu toko buku Gramedia, untuk melihat buku-buku terbaru. Beberapa langkah lagi menuju toko buku, aku mendengar suara yang tak asing lagi ditelingaku.
“Andrea, sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu , yang penting sekarang teguhkanlah imanmu dan kuatkan tekadmu”. Aku melirik kesamping, salah satu tangan Mariena menggenggam tangan seseorang dan satunya lagi menghusap pipi orang tersebut. Aku berusaha melihat wajah wajah itu, tapi tidak bisa. Karena terlindungi oleh dinding.
“Jadi gimana?” Tanyanya dengan suara serak, aku yakin itu tadi suara andrea.
“ Ya udah jangan nangis lagi dong kembali ke fitrahmu, kan bisa tinggal di rumahku, dengan begitu aku bisa membantumu”. Sejurus kemudian Mariena memeluk orang itu. Aku yang dari tadi hanya mendengar dan melihat mulai muak, aku bergegas keluar mall itu.
Bagaimana bisa Mariena yang jilbaber itu memeluk seorang lelaki, yang mana biasanya akan menolak bila diajak bersalaman dengan lawan jenis, “Bukan muhrim” katanya memberi alasan. Tapi hari ini bukan hanya sekedar bersenTuhan kulit, tapi berpelukan dengan lawan jenis. Apakah ini alasannya menolak ajakanku, dadaku mulai panas.
Apa yang diterangkan padaku, apa yang diajarkan kepadaku tempo hari, tentang toleransi dalam agama. Konsekwensi dalam ibadah, sampai dekadensi moral, apakah itu semua kebohongan belaka ? Bukankah apa yang barusan ia lakukan salah satu perbuatan dekadensi moral ? Inikah yang dikatakan munafiq ?
Aku terus berjalan pelataran parkir, kemarahanku terhadap kemunafikan Mariena telah memuncak.
Tunggu, aku merasa ini bukan kemarahan yang disebabkan kemunafikan Mariena semata, tapi kemarahan yang disulut api kecemburuan, apakah aku mulai mencintainya ?”
Aku men-start sepeda motorkudengan emosi, kupacu honda tiger 3000 itu dengan kecepatan maksimal.
Tes…tes…suatu menetes diatas helmku, setetes demi setetes menjadi guyuran hujan deras. Cukup! Hari ini semua mempermainkanku, Mariena, sampai hujanpun ikut-ikutan meledekku. Emosiku mengalir mengikuti darah dan tiba kejantung membuat efek, bertammbahnya denyut jantung, dan menguap dari kepala, emosiku sudah sampai batasnya. Akhirnya aku tidak bisa mengendalikan diriku, diantara derasnya hujan aku menambah kecepatan. Aku sempat melirik ke Speed Meter tigerku “ 160 km/jam”.
Aku terus memacu tigerku dengan kesetanan.
“Doooor”. Aku mendengar suara letusan, seperti letusan pistol atau ban kreta. Sepeda motorku oleng, apa yang terjadi. Aku berusaha mengerem, ban tigerku berdecit diantara deru hujan. Aku tidak bisa mengontrol gerakannya,.
“Duakkrrrttt…..”. Aku menabrak dinding trotoar. Untuk seperkian detik, dunia berhenti berputar, jam berhenti berdetak, jantungku berdegup. Aku merasa diriku sekarang melayang, jiwa seperti tercabut dari raga.
“Bruuuuuugyh..”. Tubuhku terpental belasan meter dari tigerku, aku merasa begitu dekat dengan kematian, bayangan putih berkelabat dikepalaku. Apakah itu malaikat maut ? Pandanganku pudar, sebelum kesadaran sirna, orang-orang disekitarku berteriak panik, pada akhirnya semuanya gelap.

* * *

Aku terus berjalan kesana kemari, mondar mandir di Padang Pasir ini. Tempat apa ini ?
Seperti baru kali ini ku melihatnya, sejauh mata memandang hanya hamparan pasir kuning yang terlihat. Aku terus berlari tanpa arah, sampai aku melihat diujung sana sebuah istana dengan pepohonan tumbuh disekitarnya. Istananya sangat megah, istana yang belum pernah kulihat dalam sejarah, peradaban, bahkan di film sekalipun. Tapi ketika aku mendekatinya, ia terus menjauh, aku terus berusaha, tapi hasilnya selalu nihil. Ia selalu menjauh, seolah-olah menghindar dariku. Aku tertunduk lemas, apa arti semua ini ? Belum sempat mengartikannya, ada hembudan hawa panas dari balik tubuhku. Aku melirik kebelakang, muncul semburan api dari tanah menuju kearahku. Gawat! Kukumpulkan segenab tenaga,akupun lari sekencang-kencangnya, anehnya istana yang tadinya menjauh sekarang mendekatiku, api di belakangku terus menyembur tanpa henti, aku terjerembab kehAbisan tenaga, setengah tubuhku terletak diatas rumput dan setengahnya dilahap, aku merasakan panas menjalar dari kakiku menuju pahaku dan berhenti di pinggang, panas itu terus menyiksaku, hingga aku hilang kendaraan .
Seluruh badanku nyilu, seribu jarum seperti menusuk setengah tubuhku sakit, aku membuka mata, tapi terasa sangat berat, ku usahakan lagi untuk membukanya, aku hanya melihat putih, tempat apa lagi ini. Kuarahkan pandanganku kekiri, aku tak percaya atas apa yang kulihat, napasku tercekat, mulutku terkunci, bagaimana bisa seorang laki laki dan perempuan setengah baya yang biasanya aku hanya melihatnya dari photo, wajah yang seharusnya telah meninggal saat ku berumur satu tahun. Apakah aku sudah meninggal ?” apakah tempat ini alam barzah ?”
“ Apa kalian Abi dan umiku ?” Tanyaku.
Laki-laki serta perempuan berwajah teduh mengangguk bersamaan sambil tersenyum.
“ Apakah aku sudah meninggal, sampai aku dapat berjumpa dengan Abi dan ummi. Ummi, apakah ini alam barzah ?” Tanyaku terbata kepada Abi dan ummi. Ummi menunduk sedih.
“ kamu belum meninggal zaid, mungkin sekarang saatnya kamu harus mengetahui kebenaran. Ia kan mi.” Tanya Abi ke ummi.
Lagi lagi dia hanya mengangguk.
“ Sebenarnya kematian…”
“ Assalamualaikum.” Laki-laki berseragam polisi masuk.
“ Waalaikum Salam.” Kami menjawab serentak.
“ Setelah kami seLidiki penyebab kecelakaan anak bapak, didapat sebuah peluru di dalam ban tigernya. Kemungkinan besar ini bukan kecelakaan alami, tapi……….” Polisi itu ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
“ Pembunuhan.” Polisi itu melanjutkan.
Aku terperangah, siapa yang ingin membunuhku.
“ Masya Allah.” Ummi tidak dapat menahan kegelisahannya.
“ Tapi jangan kuatir, rumah sakit ini telah dijaga ketat oleh polisi-polisi. Dan segala perkembangan dari kasus ini, akan kami laporkan. Permisi .” Polisi itu beranjak keluar, aku menatap Abi dan umi memohon penjelasan atas apa yang sebenarnya terjadi terhadap hidupku ini.
“ Baiklah, kematian Abi dan ummi hanya kebohongan belaka.” Ujar Abi.
“ Tapi, kenapa Abi dan ummi tega membohongiku ?” Kataku sedih memohon penjelasan dari mereka.
“ Itu demi keselamatanmu.” Tiba-tiba ibu asuhku masuk.
“ Apa……..!” Sepontan aku tak percaya.
“ Betul ada sebuah kelompok yang menginginkan kematian mu, yang akan menjadi penerus kami, menentang aliran sesat.” Ummi mulai angkat suara.
“ Bagaimana ini bisa terjadi ? Kelompok apa ?” Ku bertanya tiada henti.
“ Abi ceritakanlah semuanya, Zaid memang harus mengetahui kebenaran itu !” Sela Ummi.
“ Baiklah, Abi dan Ummi adalah seorang aktivis yang berusaha sekuat tenaga menantang aliran sesat. Kami ini satu profesi dan merasa cocok, kamipun menikah dan melanjutkan aktivitas. Setelah informasi terkumpul, kami mengetahui bahwa aliran sesat dan paham liberalisme, pluralisme dan sekularisme dalam Islam mendapat suntikan dana dari sebuah gereja di Vatikan-Roma. Kami terus berusaha membongkar apa yang ada pada mereka, kami berusaha menyiarkan itu semua melalui media masa, itu semua kami lakukan hanya untuk menegakkan kebenaran. Karena merasa terganggu oleh gerakan kami, pimpinan-pimpinan gereja mulai meneror kami.” Papar Abi panjang lebar.
“ Di rumah sakit, dan di kamar ini kau lahir disaat Ummimu terserang kangker lahir. Kau lahir dengan selamat berkan ridha Allah, dan usaha dokter spesialis yang profesional yang membantu persalinan ummimu. Abi mempunyai seorang adik kandung, dia adalah…….” Abi memandang ibu asuhku yang sembari mengangguk.
“ Orang yang mengasuhmu sejak umur satu tahun.” Ungkap Abi.
“ Apa…rumah sakit ini, kamar ini dan ibu asuhku ternyata potongan mozaik hidupku. Mereka saksi kelahiranku, dan….ibu asuhku adalah adik kandung Abiku. Aku sadar ini adalah kekuasaan Allah. Tak terasa air mata membasahi wajahku.”
“ Kau tumbuh mengejutkan, kau mampu berjalan disaat usia 7 bulan, dan bicara di umur 1 tahun. Kita hidup penuh kebahagiaan.” Abiku berhenti, membayangkan saat-saat indah itu.
“ Dan teror itupun datang…” Abi tidak mampu melanjutkan lagi. Terpancar dari wajahnya kengerian kejadian itu.
“ Abi mendapat telephone yang berisi mengancam keselamatanmu, kamu yang terlahir jenius dan menjadi penerus kami, akhirnya semuanya disamarkan. Kau kami titipkan ke adik kandung Abi, hingga namamupun disamarkan dengan nama “Fluoristugrebound nirvana rahmatullah.” Lanjut Abi dengan wajah sedih.
“ Jadi siapa namaku sebenarnya ?” Tanyaku lagi.
“ Zaid Alkhusairy.” Jawab Ummi.
Indahnya nama itu, andai aku mengenal nama itu dari dulu, dibandingkan dengan namaku yang dulu, beda jauh. Gawat, ada hal yang kulupakan.
“ Jadi bagaimana dengan rapor-rapor aku dan ijazah-ijazahku ?” Tanyaku tegang.
Seandainya ku yang bernama Zaid Al-Khusairy, tapi berijazah Fluoristugrebound nirvana rahmatullah.
“ Jangan takut.” Ibu asuhku menenangkan.
“ Semua rapor dan Ijazahmu bertuliskan Zaid Al-khusairy, untuk semua kepala sekolahmu dan dekan fakultasmu adalah kenalan ibu. Jadi gaak usah mengadakan negoisasi. Makanya sebelum kamu menerina rapot dan ijazah, ibu duluan mengambilnya.” Ibu asuhku tersenyum setelah memberi penjelasan.
“ Oh, pantas aku tidak pernah melihat rapor dan ijazahku.” Gumamku.
“ Ini buktinya.” Ibu asuhku meyakinkanku dengan mengeluarkan sesuatu.
Aku melihat semua bertuliskan Zaid Al-Khusairy, dinding kokoh yang berusaha kubangun akhirnya runtuh juga, kelopak mataku terbanjiri oleh air mataku. Seperti inikah kegigihan mereka demi menyelamatkan nyawaku.
“ Kamipun selalu memperhatikanmu, kamu masih ingat wanita bercadar yang menabrakmu setelah seminar, ingat….?” Tanya ummi.
“ Ya ingat…” Jawabku singkat.
“ Itu adalah ummi.” Ummi tersenyum.
“ Ya sudah, tenangkanlah pikiranmu, Abi dan ummi keluar dulu untuk mengurus administrasimu.” Ayah bersuara ditengah keterkejutanku.
Hening. Ya Allah sekarang ku sadari engkaulah Maha Pengatur, Maha Pengasih, Maha Penyayang, itu terbukti. Bagaimana Ia mengatur skenario hidupku.
“ Assalamualaikum.” Pintu terkuak, mariena masuk, wajahnya tampak cemas.
“ Waalaikum Salam.” Jawabku acuh tak acuh.
“ Kok gitu sih jawabnya, gimana ceritanya kok bisa kecelakaan.” Kata Mariena tersenyum.
“ Siapa laki-laki yang kau peluk sewaktu di mall.” Tanyaku kasar tak mengacuhkan pertanyaannya.
“ Laki-laki yang mana .” Tanyanya bingung.
“ Kau pernah bilang, bersenTuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrim haram, iya kan ?” Sekali lagi aku mengacuhkan pertanyaannya.
“ Iya…tapi siapa yang kupeluk?” Balas Mariena menahan emosi.
“ Andrea.” Jawabku tegas.
“ Ooooo…” Mulut mariena membulat, aku melihat perubahan sikap dari Mariena, air mukanya yang tadinya emosi berubah. Ia tersenyum menahan geli dan cekikikan.
“Kenapa tertawa?” Bentakku.
“Aku lagi serius, bisa-bisanya kau cekikikan.” Mataku merah menahan malu.
“Kamu cemburu ya…..atau mmmm………kamu menyukaiku kan.” Tanyanya tersenyum.
“Ih, jangan ke-GR-an.” Balasku tak rela. Mariena sewot.
“Tapi aku mencintaimu.” Ucapku keceplosan. Gawat, ada rona merah merona menghiasi wajah cantiknya, malu-malu dia berkata.
“Jangan ucapkan kata-kata itu lagi sebelum kau melamarku.”
“Ya…sekarang aku melamarmu.” Kataku tegas. Kami saling tersenyum.
Indahnya skenario yang dibuat Allah, apakah ini arti mimpiku. Ketika aku mencari kebenaran, kebenaran itu menjauh. Tapi suatu ketika aku menyerah, kebenaran itupun datang beserta dengan resiko. Tapi aku tetap bersyukur, karena Allah masih memberi jalan terbaik bagiku.
Samar samar terdengar qari` melantunkan ayat suci Al-Qur`an:

“Fankihuu maa thaaba lakum minannisa`a………..”

Wassalam…..
Selesai Senin Sore 17.30
Di Depan Rayon Al-Islah

Tanggapan

  1. Leave your comment here


Tinggalkan komentar